KABUYUTAN DALAM TRADISI SUNDA
KABUYUTAN DALAM TRADISI SUNDA
Kata Kunci:
Tradisi Tulis, Prasasti, Piagam, Naskah Lonttar, Kabuyutan.Abstrak
Artikel ini berjudul Kabuyutan dalam Tradisi Sunda. Sumber data kajiannya didasarkan pada tradisi tulis Sunda Kuno berupa naskah lontar, piagam lempengan logam, maupun prasasti. Adapun tujuannya penulisan artikel adalah menelusuri bukti jejak-jejak tempat aktivitas keagamaan berupa kabuyutan yang terpantulkan dalam lingkungan tradisi masyarakat Sunda Kuno pada zamannya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut ditempuh melaui pendekatan filologi karena berkaitan dengan proses kajian sumber tradisi tulis dalam upaya peafsiran data yang terkandung di dalamnya. Metode penelitian kualitatif diterapkan dalam upaya memahami fakta di balik kenyataan yang dapat diamati atau diindera secara langsung.
Hasilnya diperoleh bukti, pertama, kabuyutan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda sudah sangat akrab, baik di telinga maupun di hati. Istilah kabuyutan ini adalah kosa kata asli Sunda dari kata dasar buyut (artinya: 1. generasi ke-4 dari ego: anak-indung/bapa-nini/aki-buyut; 2. pamali ‘tabu, bertuah, suci’) ditambah konfiks ka-an menunjukkan tempat atau lokasi. Jadi, kabuyutan secara generik mengandung arti suatu lokasi yang oleh masyarakat setempat dianggap mempunyai kesaktian, bertuah, angker, suci, atau sebuah tempat keramat. Istilah keramat itu sendiri berasal dari kosa kata bahasa Arab: karamah yang mengadung makna ‘mulia’. Kedua, menurut catatan yang tertuang dalam teks-teks tradisi tulis Sunda Kuno, artinya sejauh hal itu terdapat dalam berbagai sumber data, tempat yang dianggap keramat dan suci yang dinamakan kabuyutan itu dapat diduga ada yang dengan sengaja didirikan atau dibangun langsung pada masanya. Akan tetapi, tidak jarang masyaarakat itu cukup menata dan hanya memanfaatkan apa yang sudah disediakan alam di lingkungan tempat tinggalnya. Apabila sebuah tempat sudah dianggap sebagai kabuyutan, apakah di situ ada benda cagar budaya atau tidak, bukan menjadi sesuatu perdebatan yang utama. Bagi masyarakat sekitarnya, lokasi-lokasi semacam itu adalah tempat suci dan keramat sehingga hampir tidak ada yang berani bertindak gegabah di situ.
Referensi
Atja. 1968. Tjarita Parahijangan: Titilar Karuhun Urang Sunda Abad ka-16 Masehi. Bandung: Jajasan Kebudajaan Nusalarang.
---. 1970. Tjarita Ratu Pakuan: Tjerita Sunda Kuno dari Lereng Gunung Tjikuraj. Bandung: Lembaga Bahasa dan Sedjarah.
Boechari. 1985-86. Prasasti Koleksi Museum Nasional Jilid I. Jakarta: Proyek Pengembangan Museum Nasional.
Bosch, FDK. 1974. Masalah Penyebaran Kebudayaan Hindu di Kepulauan Indonesia (Seri Terjemahan Karangan Belanda Kerjasama antara LIPI dengan KITLV No.40). Jakarta: Bhratara.
Bungin, B. (2013). Metodologi Penelitian Sosial & Ekonomi: Format-format Kuantitaif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi, Kebijakan Publik, Komunikasi, Manajemen, dan Pemasaran. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Dam, H. Ten. 1957. "Verkenningen rondom Padjadjaran", Indonesië 10: 290-310.
Darsa, Undang A. 1998. Sang Hyang Hayu: Kajian Filologis Naskah Bahasa Jawa Kuno Di Sunda Pada Abad XVI. Bandung: PPS Universitas Padjadjaran.
---. 1999. Fragmen Carita Parahyangan: Naskah Sunda Kuno Abad XVI Tentang Gambaran Sistem Pemerintahan Masyarakat Sunda. Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran.
---.2012. SÉWAKA DARMA: Suntingan Teks disertai Kajian Intertekstual dalam Naskah Tradisi Sunda Kuno Abad XV-XVII Masehi (SÉWAKA DARMA: Text Edition with Intertextual Studies in the Manuscript from the Old Sundanese Tradition (15th-17th Centuries). Bandung: PPS FIB Universitas Padjadjaran.
De Vito, J. A. (2011). Komunikasi Antarmanusia (5 ed.). Tangerang Selatan: KARISMA Publishing Group.
Djafar, Hasan (penyunting). 1988. Daftar Inventaris Peninggalan Arkeologi Tarumanagara. Jakarta: Universitas Tarumanagara.
Ekadjati, Edi S. 1995. Kebudayaan Sunda: Suatu Pendekatan Sejarah. Jakarta: Pustaka Jaya.
Gouran, D. S., Wiethoff, W. E., & Doelger, J. A. (1994). Mastering Communication (2 ed.). Boston: Allyn & Bacon.
Holle, K.F. 1882. "De Batoe-Toelis te Buitenzorg", TBG XXVIII.
Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropoloogi. Jakarta: Aksara Baru.
Klyukanov, I. E. (2021). Principles of Intercultural Communication (2 ed.). New York City: Routledge.
Mardiwarsito, L. 1981. Kamus Jawa Kuno-Indonesia. Ende, Flores: Nusa Indah.
Mulyana, D. (2007). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Neuliep, J. W. (2017). Intercultural Communication: A Contextual Approach (7 ed.). Thousand Oaks: SAGE Publications.
Noorduyn, J. & A. Teeuw. 1999. “A panorama of the world from Sundanese perspective”. Archipel 57 II L’horizon nounsantarien, Mélanges en homage à Denys Lombard: 209-221.
----. 2003. Three Old Sundanese Poems. Leiden: KITLV.
Pawito. (2008). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta.
Permana, R. S. M., Indriani, S. S., & Evelynd. (2021). Komunikasi Antarbudaya: Konsep, Teori dan Praktik. Bandung: PT. Raness Media Rancage.
Pleyte, C.M. 1911. ‘Het Jaartal op den Batoe-Toelis nabij Buitenzorg. Een bijdrage tot de kennis van het oud Soenda, met een kaartje, drie lithografieën en drie facsimilé’s’, TBG 53: 155-220.
Puslit Arkenas. 1986. “Laporan Penelitian Arkeologi dan Geologi di Jawa Barat”.Berita Penelitian Arkeologi No. 36. Jakarta.
Samovar, L. A., Porter, R. E., McDaniel, E. R., & Carolyn Sexton Roy. (2015). Intercultural Communication: A Reader (14 ed.). Boston, United States of America: Cengage Learning.
Vivian, J. (2015). Teori Komunikasi Massa (8 ed.). Jakarta: Kencana.
Diterbitkan
Terbitan
Bagian

Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.